Jakarta –
Jawatan Pengawas (Dewas) KPK memeriksa Ketua KPK Firli Bahuri terkait terbang helikopter mewah. Indonesia Corruption Watch (ICW) memberi tiga catatan terkait pemeriksaan dugaan pelanggaran etik itu.
“Indonesia Corruption Watch sendiri setidaknya memiliki tiga catatan atas pemeriksaan indikasi pelanggaran isyarat etik, ” ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/8/2020).
Kurnia mengatakan proses pemeriksaan harus dilakukan dengan transparan kepada masyarakat. Hal ini menurutnya sesuai dengan suruhan KPK dalam UU KPK bab 5.
“Pertama, cara pemeriksaan harus menjunjung tinggi kejernihan serta akuntabilitas kepada masyarakat. Peristiwa ini penting untuk ditegaskan, pokok, pasal 5 UU KPK telah menjelaskan bahwa dalam menjalankan perintah dan wewenangnya, KPK berasaskan dalam nilai keterbukaan, akuntabilitas, dan relevansi umum, ” kata Kurnia.
Tidak hanya tersebut, Dewas juga harus melakukan penelitian dan persidangan dilakukan berdasarkan ukuran akuntabilitas dan kepentingan umum. Dia menuturkan hal ini sesuai secara Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2020 pasal 3 bagian 1.
“Oleh karena itu, Dewas dilarang mengunci diri atas proses dan buatan pemeriksaan terhadap Firli Bahuri, ” tuturnya.
Selanjutnya, Dewas diminta tidak hanya mengandalkan pengakuan Firli dalam pemeriksaan. Tetapi juga mencari bukti-bukti lain, untuk membuktikan dugaan pelanggaran.
“Kedua, model pembuktian yang dilakukan oleh Dewas diharapkan tak hanya mengandalkan pada pengakuan lantaran terperiksa saja. Dalam konteks ini, materi pemeriksaan sudah barang tentu akan menyoal penggunaan moda transportasi mewah yang digunakan oleh Kepala KPK, ” kata Kurnia.
“Untuk itu, Dewas mesti terus menggali, jika pengakuan terperiksa menyebutkan bahwa penggunaan transportasi itu berasal dari uang pribadi atau gaji, maka pertanyaan bertambah lanjutnya adalah, metode pembayaran barang apa yang digunakan? Apa melalui pembayaran tunai atau menggunakan jasa perbankan? Lalu perihal bukti, semestinya terperiksa harus bisa memperlihatkan bukti pembalasan otentik kepada majelis pemeriksa, ” sambungnya.
Final menurut Kurnia, dalam pemeriksaan Dewas perlu melibatkan Kedeputian Penindakan. Tersebut dimaksud untuk mencari tau ada tidaknya penerimaan gratifikasi.
“Ketiga, Dewas perlu membawabawa Kedeputian Penindakan dalam memeriksa dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK. Hal ini penting, setidaknya untuk melihat lebih jauh, apakah ada potensi penerimaan gratifikasi dari bagian tertentu, ” tuturnya.
Seperti diketahui, Dewas KPK menggelar sidang etik Ketua KPK Firli Bahuri (25/8). Sidang etik hari ini sudah memeriksa Koordinator MAKI Boyamin Saiman. Keterangan Boyamin juga dikonfrontir dengan Firli.
Persoalan etik yang menjelma masalah adalah terkait aktivitas terangkat helikopter mewah. MAKI melaporkan ke Dewas soal adanya dugaan pengingkaran kode etik yang dilakukan Firli karena naik helikopter mewah masa melakukan kunjungan ke Sumsel, yakni dari Palembang ke Baturaja, 20 Juni lalu.
MAKI menyebut Firli menaiki helikopter hak perusahaan swasta dengan kode PK-JTO saat perjalanan dari Palembang menuju Baturaja. Menurutnya, Firli patut diduga melanggar aturan tentang kode ideal pimpinan KPK terkait larangan bergaya hidup mewah.
(dwia/dwia)